Friday, April 17, 2015

JERMAN.....Kenapa Kami Merantau

مَا فِي المُقَامِ لِذِيْ عَقْلٍ وَذِيْ أَدَبٍ                                مِنْ رَاحَةٍ فَدعِ الأَوْطَانَ واغْتَرِب
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضاً عَمَّنْ تُفَارِقُهُ                               وَانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءَ يُفْسِدُهُ                                 إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
وَالأُسْدُ لَوْلَا فِرَاقُ الأَرْضِ مَا افْتَرَسَتْ                       وَالسَّهْمُ لَوْلَا فِرَاقُ القَوْسِ لَمْ يُصِبْ
وَالشَّمْسُ لَوْ وَقَفَتْ فِي الفُلْكِ دَائِمَةً                                لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنَ عَرَبِ
وَالتُرْبُ كَالتُرْبِ مُلْقًى فِي أَمَاكِنِهِ                               وَالعُوْدُ فِي أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنْ الحَطَبِ
فَإِنْ تَغَرَّبَ هَذَا عَزَّ مَطْلُبُهُ                                              وَإِنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ عَزَّ كَالذَّهَبِ
Merantaulah…Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing  (di negeri orang).# 
Merantaulah…Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.#
...Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.#
...Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa..
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akam kena sasaran.#
...Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam..
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.#
...Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum ditambang).
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.#
...Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.
Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.#
———————————————————————————————
 Ini kisah teman-teman kursus...
1. Vasilieous 
Bapak berusia 47 tahun dengan warna putih yang hampir memenuhi hampir seluruh rambutnya ini berasal dari Yunani. Kota yang terkenal dg kemasyuran sejarahnya. Dia baru pindah ke negara ini 2 tahun yang lalu dan saat ini bekerja sebagai tukang "jagal" (tepatnya mencabuti bulu hewan untuk dijadikan pakaian). Ternyata bapak ini pindah ke Jerman karena alasan usianya yang hampir memasuki masa pensiun. Dia ingin di masa pensiun nanti saat dirinya tidak mendapat gaji rutin, keluarganya tetap mendapat pemasukan.
2. Liudmilla
Ķawan baru yg br kukenal 2 minggu ini berasal dari Moldova. Saat jumpa pertama dia diantar oleh seorang Laki-laki yang dari tampangnya berasal dari Turki. Usianya sama denganku. Perkenalan pertama kali dia bilang menikah dengan 2 anak. Bekerja sebagai sekretaris di perusahaan suaminya. Seiring berjalan barulah dia cerita, ternyata suaminya sudah meninggal saat anak keduanya masih di kandungan usia 6 bulan. Dan laki2 yg mengantar hanyalah temannya. Rudmilla mualaf karena suaminya dulu orang Turki. Suatu malam dia menelponku untuk menanyakan PR dan karena letak rumahku yang berada di lantai mengakibatkan sinyal agak susah jadi aku memutuskan untuk menggunakan whatsapp sj dan dia setuju. Tapi entah kenapa kok tidak ada tanggapan lagi. Esoknya barulah dia cerita, ternyata setelah menelpon rumahnya digedor oleh polisi yang mendapat laporan bahwa dia tidak membayar wohnungnya padahal dia selalu membayar ke Büronya rutin. Dia cerita saat itu dia stres sekali karena berbagai masalah dan dia menelpon teman dan keluarganya di Moldova dan menurutnya ingin sekali pulang kembali. Tapi temannya terus menenangkan dan bilang "memang agak ribet dan saat ini masa2 yang sulit tapi di sini masa depan anak2mu akan lebih baik drpd di sana. Jd please..please... bertahanlah dan jangan pulang kembali".titik
3. Ahlam
Setelah berkawan hampir 1,5 bulan, baru kemarin (23/01/2015) aku punya kesempatan main ke Wohnungnya di pinggiran Berlin. Kita memasak makanan khasnya dari Libanon (tepatnya Ahlam mempraktekannya sedangkan aku ribet sama si kecil). Wohnungnya bersiiih banget kayaknya khas khas ibu-ibu daerah Timur tengah deh (karena rumah2 keluarga Turki tmn suami yg kita kunjungi pun sama. Semuanya mengkilat bo'. Jadi malu sama wohnung sendiri :D). Agak lama aku di rumah Ahlam karena menunggu adonan jadi. Sampai hari agak gelap (ya, saat ini musim dingin dimana jam 16.00 matahari sudah terbenam dan waktunya Shalat Maghrib). Karena saya orang rumahan dari dulu kalau maghrib bawaannya ingin pulang. Tapi saya menunda karena suami Ahlam baru saja pulang dan untuk menghormati (takutnya dipikir gimana gitu sama suaminya "dia datang kok tamunya langsung pulang"). Akhirnya setelah suaminya punya waktu agak santai barulah saya izin pulang. Kenapa mau pulang? Kamu bisa pulang-pulang nanti jam 11 atau 12. Weee, jam 9 saja saya sudah takut. Saya bilang hari sudah gelap dan saya takut kalau pulang malam-malam. Apa jawabannya? Kenapa harus takut? Disini tidak ada bom, tidak ada orang yang menembak. Disini damai dan aman. PEGIDA pun tidak ada diBerlin (sebenarnya ada, cuma memang tidak se anarkis di Dresden), banyak orang muslim disini. Dsb....
Saya tidak mendengar lanjutannya cuma saya tidak menyangka sama sekali jawabannya yang saya garis bawahi. Saya jadi berpikir apakah mereka hijrah ke sini karena alasan situasi di sana yang penuh konflik, saya jadi teringat saudara-saudara muslim di Palestina, Syiriah yang pastinya mereka menginginkan untuk hidup damai.
4. Lara 
Sama halnya dengan Lara. Cewek enerjik dari Italia ini sekarang merangkap menjadi Baby sitter dan bercita-cita menjadi guru TK setelah lulus kursus. Dia bercerita alasan pindah ke sini karena situasi politik di negaranya yang tidak stabil (jarang lihat Televisi sayanya makanya tdk tahu), di sana tidak ada jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Banyak korupsi (sama dong dengan Indonesia)
Jadi dia mengharapkan disini bisa hidup layak (catat bukan bermewah mewah tapi setidaknya tidak luntang luntung seperti bila berada di negaranya)
5. Oberdan
Temanku yang ini berusia 48 tahun asal Brazil. Dulunya adalah guru bahasa Inggris, orangnya baik. Kepindahannya ke Jerman karena menikah. Suaminya warga negara disini. Hehe suami..., ya temanku ini gay. Gay dan lesbi di sini sudah dinilai wajar, bahkan walikota Berlin sebelum ini adalah seorang gay. Dia ini amat sangat suka tinggal di Jerman. Agak berlebihan saya menggambarkan kesukaanya pada Jerman, tapi memang begitu adanya. Dia sering banget bilang "I really like living here". "Schön....." Diapun sering banget menceritakan kondisi di negaranya dahulu dimana negaranya itu menurut dia politiknya buruk, banyak kemiskinan, pajak yang tinggi padahal golongan menengah ke atas cuma 3 %. Sebagai contoh dia menceritakan bahwa harga Samsung Galaxy Note 4 yang baru di negaranya dibandrol dengan harga kurang lebih 3000 euro (wow...)
 Dan sebenarnya masih banyak lagi lainnya termasuk temanku Maliha yang berasal dari Iran. Dia beragama Nasrani dan dia belum bisa mengunjungi keluarganya karena situasi keamanan di negaranya yang masih belum stabil dari para ekstrimis.  
Ya..ya Jerman, negara dengan berbagai harapan dari para imigran. Negara yang memberikan kenyamanan dan ketenangan. Negara yang memberikan jaminan bagi anak-anak dan lansia.Tidak masalah gaji tidak besar, tapi ada bantuan sosial untuk yang tiba-tiba menganggur, ada bantuan sosial untuk bayi-bayi yang lahir serta ibunya Setiap anak yang lahir bisa mendapat dana bantuan sosial (jumlahnya sebesar 184 euro per bulan per anak). Bagi ibu yang sebelumnya bekerja dan akhirnya tidak bekerja karena melahirkan dan merawat anak juga diberikan bantuan sosial. Bagi ibu yang memutuskan untuk tidak bekerja dan merawat anaknya di rumah juga ada bantuan sosial (150 euro per bulan),murahnya sistem pendidikan yang menjamin bisa bersekolah terus sampai tingkat universitas dan ada dana sosial yang diberikan pada saat pensiun. Makanya tidak heran negara ini menjadi salah satu negara maju di Eropa yang menjadi sasaran para Imigran karena program-programnya.
Saya sendiri sekarang hanyalah ibu rumah tangga yang sedang mengikuti suami belajar dengan aktivitas mengurus rumah tangga dan kursus bahasa (Semoga ke depannya ada kegiatan tambahan lagi). Keberangkatan untuk berkumpul dengan suami sendiri sebenarnya penuh konflik karena kekhawatiran dari ibu saya. Ya melihat pengalaman beliau sendiri yang dulunya merantau dan bersusah payah yang pada akhirnya saat waktunya mulai menikmati justru pasangan hidupnya meninggal. Dan beliau takut saya mempunyai nasib yang sama. Tapi bagaimanapun juga jalan ini sudah saya pilih dan semoga ke depannya menjadi lebih baik. Dan disinilah cerita perantaun kami di Berlin dimulai.....

No comments:

Post a Comment